Rabu, 29 Juli 2009

Adakah Tuhan dalam fisika

From : Febdian Rusydi

fisika?” - sepertinya pernah menjadi pertanyaan banyak orang juga. Setelah lebih enam tahun berkelana, saya lupa sendiri dengan pertanyaan itu. Sampai akhirnya secara tidak sengaja saya masuk kelas [Super String Theory](http://tinyurl.com/go7m3) - yaitu salah satu kandidat [Theory of Everything](http://febdian.net/theory_of_everything) atau Teori Segalanya, gabungan Teori Kuantum dan Teori Gravitasi - dan entah kebetulan atau tidak topik yang sama juga diulang dengan lebih gamblang dalam kelas [Subatomic Physics](http://tinyurl.com/e6bct). Sebelum saya bicara tentang keberadaan Tuhan dalam fisika, sedikit saya hendak mengulas Teori Segalanya. Ceritanya, alam semesta kita ini (hanya) dikontrol oleh empat gaya fundamental: gaya gravitasi, gaya elektromagnetik, gaya lemah, dan gaya kuat. Gaya gravitasi berhasil dijelaskan dengan sangat indah dan anggun oleh Einstein dalam Teori Relativitas Umumnya (plus dengan tensor yang sampai sekarang masih membuat rambut saya makin kriting hehe). Sementara sisanya dijelaskan dengan begitu cerdas oleh Teori Kuantum – teori yang kata orang bisa menjelaskan dengan baik dunia makro tanpa memberi kesempatan orang untuk mengerti kenapa. Adalah Einstein yang pertama kali berpikir bahwa empat gaya fundamental ini semestinya bisa dijelaskan dalam sebuah teori umum (analogi dengan *The One Ring* dalam novel *The Lord of the Rings*). Menurut sebuah artikel yang saya baca, Einstein benar-benar yakin Tuhan itu tidak bermain dalam penciptaan Alam Semesta - ada ucapannya yang terkenal yang kira-kira berbunyi “saya ingin tau pikiran Tuhan sewaktu membuat alam semesta ini”. Einstein menghabiskan sisa hidupnya - dimulai dua atau tiga tahun setelah dia menyelesaikan Teori Relativitas Umumnya (1915) - untuk membangun teori ini (yang kemudian disebut Teori Segalanya. Usaha pertama yang dia lakukan adalah menyatukan gaya gravitasi dengan gaya elektromagnetik. Dua gaya ini memang memiliki keindentikan model matematika, yaitu besarnya sama-sama tergantung (1/r^2). Sayang, dia gagal. Belakangan orang sadar bahwa Teori Segalanya dapat dilakukan dengan menyelesaikan Teori Kuantum untuk gaya elektromagnetik, lemah, dan gaya kuat. Gabungan tiga gaya ini disebut [Teori Unifikasi Agung](http://diary.febdian.net/~old/diary_04wk03-1.htm). Setelah itu barulah digabung dengan si cantik Teori Gravitasi untuk menjadikannya Teori Segalanya. Kemudian, Abussalam dan kawan-kawan berhasil menggabungkan electromagnetic dan weak force menjadi satu, kemudian disebut sebagai Unification Electroweak Theory (beliau dapat nobel thn 1979 untuk itu). Langkah selanjutnya adalah menggabungkannya dengan Strong Force theory. Baiklah, kita tidak akan membahas lebih detil lagi soal si “the One Ring” ini. Pikiran yang menganggu saya waktu itu (selain hitungan-hitungan matematika yang ternyata tidak seenak menikmati fisikanya) adalah **apakah “the One Ring” itu adalah akhir dari ilmu fisika?** Jika ya, apakah kita sudah memecahkan teka-teki terbesar hidup kita tentang keberadaan kita dan Tuhan? Atau, apakah Tuhan memiliki sesuatu yang lain setelah “the One Ring”?. Atau, yang lebih parah, semua pendekatan ilmiah yang kita defenisikan benar (secara relativ) selama ini salah kalau kita gagal mendapatkan “the One Ring”? Pertanyaan yang paling mendasar, mengenyampingkan asumsi ke-Tuhan-an yang saya pakai pada pertanyaan di atas adalah **apakah ADA peran Tuhan dalam keteraturan alam semesta ini?** Jangan-jangan emang tidak ada?" Fakta tertulis adalah tidak ada Tuhan dalam semua pemodelan (persamaan) dan pendekatan ilmiah untuk menjelaskan sebuah fenomena. ###Masak *sich*?### Upst... tunggu dulu, itu belum selesai kalimatnya. Sambungannya: tapi, bagi orang beragama fakta itu dijadikan sebagai bukti nyata kehadiran Sang Khalik, karena semua pemodalan dan pendekatan ilmiah untuk sebuah fenomena tak lain dan tak bukan adalah sunnatullah (ayat-ayat Allah). Fakta itu, dianalogikan sebagai berikut. Manusia, bisa berdiri tegak dan gagah, secara ilmiah dijawab karena tulang punggung. Bayangkan, pusat massa kita ada disekitar dada, engsel kaki yang menghubungkan tapak kaki dan lengan kaki juga jauh dari struktur keseimbangan. Secara fisika, manusia tidak bisa berdiri tegak dan gagah seperti yang biasa kita lakukan. Seorang rekan mengatakan, manusia adalah bagian dari "kesetimbangan terbalik". Tapi konsep kesetimbangan terbalik sendiri melibatkan pergerakan, sementara manusia masih bisa berdiri seimbang tanpa harus berlari. Perhatikan monyet dan famili spesisnya, tidak pernah berdiri sempurna. Lututnya dibengkokkan ke depan, dan badan juga dicondongkan ke depan. Ini semua untuk meraih kesetimbangan antara pusat massa di dadanya dan posisi engsel kakinya. Kenyataannya, manusia adalah menjadi satu-satunya makhluk yang berpusat massa di paruh setengah ke atas yang bisa berdiri tegap sempurna. Kenapa? Karena susunan tulang punggung kita memungkinkan untuk itu. Tentu saja kemudian dibantu oleh syaraf-syarat motorik keseimbangan yang diatur oleh otak belakang kita. Tapi, syaraf-syaraf itu juga dimiliki oleh hampir semua makhluk berjalan dimuka bumi ini. Dan sekarang kasusnya adalah sebagai berikut. Kita coba berdirikan manusia yang sudah meninggal (mayat), baik yang baru maupun yang sudah lama. Secara biologis dan fisika, seharusnya dia bisa berdiri. Letak pusat massa sama, engsel kaki juga sama, punya tulang belakang dan juga syaraf-syarat motorik kesetimbangan... Tapi, apakah dia bisa bediri tegap seperti kita?! Terus dijawab, "Lha, kan syaraf-syarafnya tidak jalan!". Ya betul, tidak jalan. Tapi kenapa tidak jalan? Karena ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa dideskripsikan dengan sempurna oleh fisika, oleh biologi, oleh kimia, oleh ilmu manapun juga, yaitu apa yang disebut [Ruh](http://febdian.net/al_israa_85).... Itu kalau dikaji dari sisi kita yang beragama. Sementara dari sisi mereka yang justru melihat benar-benar tidak ada Tuhan, lain lagi. Mereka justru yakin, alam semesta ini adalah sebuah osilasi harmoni. Lahir dan mati adalah bagian dari osilasi itu. Wajar. Keteraturan alam semesta, susunan quark dalam proton, susunan proton dalam atom, susunan atom dalam molekul kristal, semuanya penuh keteraturan. Juga peredaran tata surya dan pengembangan Alam Semesta yang juga penuh keteraturan. Semuanya adalah semua bagian dari osilasi harmoni tersebut. Alam Semesta ada dan sudah teratur, tidak perlu lagi ada yang mengatur. Alam Semesta sudah tahu apa yang harus dilakukan, tidak perlu lagi ada yang mendiktekan. Begitulah kira-kira diskusi saya dengan beberapa teman dan disarikan dari beberapa sumber tentang ketidakadaan Tuhan dalam fisika. ###Kehadiran Tuhan### Berbicara tentang kehadiran Tuhan, mungkin pendekatan paling cepat dalam fisika ada di dunia kosmologi. Tuhan-lah yang memulai alam semesta ini dengan dentuman besar (bagi yang percaya dengan Teori Dentuman Besar). Teori "Alam Semesta dimulai dari dentuman besar" adalah salah satu teori penting dalam ilmu cosmology. Ilmu fisika kita, belum sanggup menjelaskan secara *kaffah* apa yang terjadi pada tiga menit pertama yang terkenal itu (the first 3 minutes). Kelanjutan dari Teori Dentuman Besar adalah kehancuran total (*Big-crunch*). Nah, untuk hal ini, para ilmuwan sudah mulai meraba-raba kehadiran dan kemungkinannya terjadi dengan ilmu fisika yang kita punya sekarang. Namun, Teori Dentuman Besar dan Kehancuran Besar bukanlah satu-satunya teori penciptaan Alam Semesta. Teori Relativitas Umum Einstein, yang merupakan dasar ilmu kosmologi modern, memiliki solusi lain tentang Alam Semesta. Solusi lain ini mengatakan bahwa alam semesta hadir tanpa dentuman besar dan terus berposes tanpa pernah ada akhir. Walaupun Teori Dentuman Beasr sebagai awal alam semesta adalah teori yang paling banyak dianut oleh sebagian besar para kosmologis sekarang, tapi secara ilmiah belum ada satupun yang berhasil memberikan jaminan tentang hal ini. Begitulah. Banyak sekali argumen yang menyatakan Tuhan itu memang hadir dalam fenomena alam. Dan, dalam waktu yang bersamaan juga ada anti-argumen yang menyatakan sebaliknya. ###Terus, gimana dong?### Ya *gak gimana-gimana*. Seperti kata teman saya [Ismail Fahmi](http://ismailfahmi.org), kesadaran itu ada 2: kesadaran atas dan kesadaran bawah. Kesadaran atas adalah pikiran, pencapaian logika yang menjawab misteri fenomena alam ini. Sementara kesadaran bawah adalah hati, pencapaian kekaguman pada Sang Pencipta. Ada yang sudah bisa mencapai kedua-duanya, seperti bulan purnama - pemantulan cahayanya begitu sempurna. Ada juga yang baru setengah, seperti bulan sabit, tetap bercahaya walau tidak bulat sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar